Daddy’s Girl, Manja atau Memanjakan?

Aira saat ini sudah menginjak usia 17 bulan. Saya tidak sadar bahwa sudah banyak sekali momen yang terlewatkan bersama Aira. Mau bagaimana lagi karena tugas belajar harus dituntaskan. Makanya saat selesai seminar tesis dua minggu yang lalu, saya langsung pulang ke Bandar Lampung untuk melepas rindu. Anak saya sekarang sudah masuk pada tahap belajar mengikuti ucapan orang lain. Intinya lucu kalau mendengar anak kecil mengikuti ucapan orang dewasa dengan kemampuan ucapan mereka yang masih terbatas.

Ada beberapa ucapan yang bisa saya tangkap maksudnya, ada yang jelas maksudnya dan ada juga yang tidak jelas. Contohnya,

  • Yup = peluk (ini kalau saya meminta Aira untuk memeluk saya)
  • Toptop = laptop
  • Tom = hape (di tablet si Bunda ada permainan Talking Tom, jadi semua hape dianggap punya permainan itu)
  • Tatum = parfum
  • Tung = payung (Aira paling suka bermain dengan payung)
  • Buah = mangga (jelasnya semua mangga yang masih di pohonnya)
  • Meh, Mah, Moh = Tidak/ Tidak mau (ini paling sering diucapkan kalau Aira tidak senang dengan sesuatu)
  • Tun = mudun/ turun (entah ini bahasa Jawa atau bahasa Indonesia)
  • Cing =  kucing (Aira paling suka dengan hewan berbulu ini)
  • Nenen (ini paling jelas maksudnya)

Saya sering mendengar ucapan beberapa teman yang punya anak perempuan. Kata mereka, anak perempuan cenderung manja pada ayahnya. Kalau yang ini saya rasanya setuju. Aira termasuk manja sekali ketika bersama saya. Kelakuan Aira jelas berbeda ketika berhadapan dengan Bunda. Mungkin saja Aira merasa butuh sosok Ayah yang sering absen dalam kehidupannya sehari-hari. Inilah yang menjadi dilema bagi pasangan suami istri ketika tinggal berjauhan. Tuntutan pekerjaan mengharuskan kami seperti itu, walau sebenarnya kami bisa memilih untuk bisa tinggal bersama. Aira paling tidak bisa lepas dari saya ketika di rumah. Seringnya minta digendong atau diajak keluar rumah untuk bermain.

Awalnya saya merasa kewalahan meladeni kelakuan Aira. Tidak jarang juga saya mengeluh, tapi kalau dipikir-pikir ini adalah konsekuensi menjadi seorang ayah. Saya kira, always be a dumb father to know your child. Maksudnya, dengan merasa saya tidak tau apa-apa akan membuat saya selalu belajar untuk mengetahui perilaku anak. Kata seorang kawan, menjadi orang tua harus selalu belajar karena tidak ada sekolahnya. Bukan hanya ketika anak masih kecil tapi sampai kita mati. Kawan yang sudah lebih dulu punya anak mungkin akan setuju dengan hal ini. Aira memang daddy’s girl yang selalu ingin bersama ayahnya. Jadi ketika saya keluar rumah dan terlihat oleh Aira, sudah pasti Aira menangis. Untuk urusan tidur juga begitu. Aira paling tidak bisa tidur tanpa saya di samping yang me-ninabobo-kan. Repot? Ya tentunya, tapi saya menikmati juga. Alhasil, revisi tesis yang harus saya kerjakan selama liburan akhir tahun kemarin tidak terlaksana. Untungnya revisi itu sudah selesai.

Kalau kawan yang punya anak perempuan, apakah punya pengalaman seperti itu juga?

One thought on “Daddy’s Girl, Manja atau Memanjakan?

Leave a comment