Hidup Bebas atau Mati Syahid

Semua kehidupan pasti mati. Itu pernyataan klise yang sebenarnya tidak perlu dibantah lagi. Manusia hanya hidup sekali setelah itu mati dan tak berarti lagi bagi kehidupan. Manusia yang mati hanya meninggalkan nama untuk dikenang pada saat-saat tertentu. Manusia yang mati tanpa meninggalkan “warisan” hanya akan menjadi seonggok tanah yang kian lama akan amblas dimakan usia. Jadi, untuk apa sebenarnya kehidupan dan mati itu?

Hidup bebas atau mati syahid, mungkin itu kalimat yang selalu digaungkan oleh para pejuang kemerdekaan untuk merdeka dari penjajahan. Secara fisik kita sudah merdeka karena perjuangan mereka. Pahlawan gugur di medan perang, ada yang dikenang ada juga yang terlupakan. Entah oleh ganasnya kekuasaan yang merekayasa sejarah, atau memang terlupakan karena tiada yang pernah tau. Mengapa hidup harus bebas? Bukankah kebebasan bisa kebablasan? Atau mungkin kemerdekaan yang selalu dirayakan oleh kita setiap tahun hanyalah kamuflase dari bentuk penjajahan yang sejati. Kita sebenarnya belum bebas. Kita sebenarnya masih terjajah secara mental. Kita justru masih mengagungkan feodalisme. Kita berebut menjadi amtenar yang ingin menguasai setiap afdeling tanah air ini. Itukah kebebasan? Bukan kawan, itu kebablasan.

Banyak sekali orang yang masih terjajah oleh struktur kekuasaan, strata sosial, gaya hidup, dan pembodohan institusi sekolah. Kita terlalu sibuk menyikut sesama untuk menguasai mereka. Kita ini manusia kawan, yang diciptakan untuk memanusiakan sesama. Kita diciptakan Tuhan untuk menciptakan keseimbangan di muka bumi ini. Kalau tidak bisa hidup bebas dari penjajahan, lebih mati dalam perjuangan. Tidak perlu takut suatu saat semua kawan menjadi lawan. Kebenaran selalu ada penentangan. Bukan kebenaran yang dipaksakan layaknya paham-paham radikal. Kebenaran itu kita tunjukkan dengan menjalankannya dengan sepenuh hati dan belas kasih. Saya mengutuk pada siapapun yang memenjarakan kebebasan manusia untuk berpikir. Biarkanlah manusia menjadi manusia, bukan menjadi binatang. Seperti sapi yang susunya diperah tapi disiksa. Seperti ayam yang dipaksa makan hingga tumbuh tak sempurna.

Kalau ada manusia yang masih hidup dengan mencium pantat penguasa demi sebuah nama di mata manusia. Berarti ini ciri-ciri manusia yang akan mem-binatang-kan manusia lain. Mereka adalah orang munafik yang akan bermanis-manis di depan kekuasaan, lalu menginjak-injak di balik punggung. Kalau ada manusia yang tetap bertahan dari gempuran cemoohan merendahkan dari manusia lain, ini ciri-ciri orang yang akan mati dengan syahid. Kita hidup hanya sekali untuk berarti lalu setelah itu mati. Mau mati konyol silahkan. Mau mati syahid silahkan. Itu semua pilihan yang diberikan oleh Tuhan untuk kita. Agama tidak pernah memaksa, agama hanya menata. Manusia yang terjajah pikirannya akan menolak agama. Manusia yang terjajah pikirannya akan memaksakan agama. Pada akhirnya, hidup bebas atau mati syahid adalah pilihan yang layak diambil kedua-duanya. Lalu, apa pilihanmu kawan?

Leave a comment