[101% Indonesia #58] Kereta Rel Tingkat

058

Kereta api selalu menjadi moda transportasi pilihan banyak orang di wilayah Jabodetabek. Pertanyaan dasarnya, apa masih relevan ya disebut kereta api karena saat ini tidak lagi menggunakan batu bara sebagai bahan bakar? Atau apinya sudah diganti dengan listrik yang juga bisa disebut api listrik? Ah, tidak apa, terminologi ini biarkan saja, yang penting kita sepakat saja kawan hehehe.

Dulu, ketika Jonan Ignasius belum menjadi Dirut PT KAI (Kereta Api Indonesia), ada fenomena yang membahayakan bagi penumpang kereta. Atau mungkin tidak bisa saya katakan penumpang karena mereka tidak bayar. Kawan pasti tau apa yang saya maksudkan kalau melihat gambar komik vbi_djenggotten. Fenomena itu ternyata telah terjadi sejak lama dan sulit sekali untuk diberantas. Dulu ada water cannon yang disediakan di atas gerbong. Lalu ada bandul besi yang digantung di lokasi rel tertentu. Jangan ditanya soal peringatan dan imbauan di berbagai media. Tetap saja orang-orang ini nekat untuk menaiki atap gerbong kereta. Saya sendiri sedih melihat hal ini bisa terjadi di negeri yang kaya ini.

Kita bisa berdalih bahwa kereta di India dan Pakistan jauh lebih ekstrim lagi. Tapi kan mereka bukan negara yang memiliki sumber daya alam sekaya Indonesia. Lalu apa hubungan sumber daya alam kaya dengan kereta api? Inilah yang sering saya perbincangkan dengan kawan di Kementerian Perhubungan. Dulu, moda kereta api dibuat oleh Belanda untuk mendistribusikan hasil bumi dari Jawa Timur ke Batavia (Jakarta). Beberapa gerbong memang disiapkan untuk penumpang. Ini yang tidak dilakukan lagi oleh pemerintah saat ini. Kita masih bergantung pada penggunaan jalan raya sebagai jalur distribusi. Coba bayangkan kalau jalur kereta menjadi jalur distribusi logistik utama, tentu perbaikan semakin ditingkatkan karena banyak perusahaan yang akan bergantung padanya. Pemerintah juga bisa menggunakan tarif dan pajak penggunaan jalur rel kereta. Selain itu, pemerintah juga bisa meningkatkan produksi gerbong untuk penumpang. Kita bisa membangun gerbong tanpa harus membeli gerbong bekas dari negara lain. Apakah pemerintah mau? Itu soal lain lagi. Kalau ada yang bekas, kenapa harus beli atau buat yang baru?

Fenomena penumpang atap kereta saat ini memang sudah tidak pernah lagi saya lihat langsung dan dengar melalui media massa. Mungkin saja masih ada yang seperti itu, tapi tidak pernah saya dengar lagi. Terobosan Dirut Jonan Ignasius memang sudah banyak sekali untuk memperbaiki PT KAI. Kita sudah bisa merasakan hal itu, sekalipun memang masih jauh dari kenyamanan yang layak. Kita tidak bisa membandingkan kereta Indonesia dengan negara Jepang atau Cina yang sudah super nyaman dan cepat. Kita masih berada dalam proses panjang untuk menuju ke sana. Tapi saya yakin, selama PT KAI dan pemerintah mau memperbaiki sistem transportasi yang satu ini, suatu saat kita akan bisa menikmati perjalanan kereta api dalam waktu singkat dan nyaman. Kalau masalah harga itu soal lain lagi, tergantung daya beli calon penumpang. Tentu domain yang satu ini tidak bisa dikaitkan langsung dengan urusan transportasi massal. Saya kita itu pendapat saya tentang per-keretapi-an Indonesia. Kalau menurut kawan bagaimana?

Leave a comment