[101% Indonesia #61] Keadilan “Sama” dan “Merata”

061

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, begitulah bunyi sila ke-5 di Pancasila. Kemerdekaan sudah mengamanatkan siapapun pengurus Indonesia untuk menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. SELURUH. Saya tekankan lagi biar kawan tertekan, eh biar kita sepaham hehehe. Lalu, realita apa yang kita hadapi sampai saat ini? Rasanya sila ke-5 ini hanya menjadi mimpi yang sulit untuk diraih. Masih ada harapan sekalipun sulit, ini lebih penting.

Kalau kita ingin menyoroti permasalahan negeri ini dengan seksama dalam urusan keadilan, rasanya pesimistis akan selalu menggelayut. Bagaimana tidak? Elit negara dan rakyat mayoritas saling tidak peduli pada kejadian sosial di negeri ini. Oke, saya tidak bisa membahas hal ini lebih jauh. Nanti justru segala pesimistis saya akan tumpah. Biarlah hal itu menjadi pupuk bagi semangat saya untuk berbuat baik. Kita tidak akan bahas masalah di sini kawan, tapi kita bahas solusi. Kalau masalah, lebih baik saya mengutip saja cuplikan fenomena keadilan di negeri kita ini.

 


Kisah Nenek Pencuri Kakao

BANYUMAS – Muflih Bambang Lukmono, Hakim Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto, Jawa Tengah yang menangani kasus nenek Minah, yang dituduh mencuri 3 biji buah kakao terbata-bata dan menahan air mata.
Hal ini karena ia tak kuasa menahan haru saat akan membacakan putusannya di depan terdakwa yang sangat lugu. Sementara beberapa pengunjung sidang juga terlihat meneteskan air mata.
Hakim akhirnya memutuskan pidana penjara selama satu bulan lima belas hari dengan ketentuan pidana tersebut tidak usah dijalani terdakwa. Putusan inipun langsung disambut tepuk tangan para pengunjung sidang.
Kasus ini menjadi menarik dan menjadi perhatian wartawan, LSM dan pengamat hukum karena di saat turunnya kredibilitas penegak hukum yaitu polisi dan kejaksaan, justru ada seorang nenek yang dituduh mencuri 3 biji buah kakao dan dimeja hijaukan.
Sebelumnya, nenek Minah yang berusia lima puluh lima tahun, Warga Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas ini sudah menjalani masa tahanan rumah selama 3 bulan. Hal ini ia jalani setelah mendapatkan pemeriksaan dari pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto yang menangani kasusnya.
Minah dituduh mencuri buah kakao atau buah coklat sebanyak 3 biji dari tempatnya ia bekerja di PT Rumpun Sari Antan 4 di Desa Darmakradenan tak jauh dari rumahnya. Sementara itu, pihak Jaksa Penuntut Umum masih pikir-pikir terhadap putusan yang dibacakan hakim ketua.
“Saya masih pikir-pikir dahulu atas keputusan hakim,” ujar Nurhaniah SH, Jaksa Penuntut Umum, Kamis (20/11/2009).
Rasa simpati juga ditunjukkan warga yang mengikuti sidang ini. Mereka secara spontan menyumbangkan uangnya kepada nenek Minah untuk ongkos pulang ke kampungnya yang berjarak sekitar 45 kilometer dari pengadilan.

Sumber:okezone


Kisah Koruptor Bebas

JAKARTA – Indonesia Corruption Wacth (ICW) mencatat hingga kini ada 50 terdakwa kasus korupsi yang divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Daerah.
“Ini harus jadi perhatian penuh,” kata juru bicara ICW, Emerson Yuntho di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (4/3/2012).
Yuntho mengatakan berdasarkan catatan ICW Pengadilan Tipikor Surabaya menduduki peringkat paling atas dengan membebaskan 25 terdakwa. Kota-kota lain yang memvonis bebas para terdakwa koruptor adalah Makasar (4 terdakwa, Bandung (4 terdakwa), Samarinda (15 terdakwa), Semarang (2 terdakwa) , dan Palembang (1 terdakwa).
“Harus kita cek kesalahan ada di mana? Jaksa atau hakim yang memberi pertimbangan yang menguntungkan bagi terdakwa,” kata Yuntho.
Yang menarik, Yuntho menambahkan, rata-rata para terdakwa yang divonis bebas itu berasal dari keputusan hakim ad hoc. “Seperti pada kasus 15 anggota DPRD Kutai Kartanegara yang divonis bebas. Hakim karir malah memberi opini berbeda,” katanya.
Yuntho menduga jangan-jangan kasus dugaan korupsi di sejumlah daerah memang tidak layak di proses di Pengadilan. Dia mencontohkan kasus dugaan korupsi terakhir yang terjadi di Bandung, Jawa Barat. “Hanya korupsi Rp500 ribu tetap dipaksakan naik di Pengadilan Tipikor. Ini agak naif,” kata Yuntho.
Menurut Yuntho, ICW mencatat ada banyak kasus dugaan korupsi kelas kakap di daerah yang patut diusut ketimbang kasus “Rp 500 ribu” tersebut. “Tapi, kenapa jaksa membawa kasus itu di pengadilan Tipikor,” katanya.

Sumber: okezone


Kalau kawan cermati dua cuplikan di atas tentu darah ini rasanya mendidih ingin marah yang sangat. Tapi apa boleh buat beginilah salah satu potret keadilan di negeri kita. Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Hanya butuh satu kata saja, PEDULI. Kita harus peduli pada keluarga, tetanggga, lingkungan, dan tentunya negara kita ini. Bukan hanya dalam kata tapi lewat aksi. Bukan longmarch atau demonstrasi di jalan, tapi lewat karya nyata. Misalnya mengajak keluarga dan tetangga untuk perhatian pada orang yang hidup susah. Peduli pada kebersihan lingkungan dan membuatnya menjadi layak anak sampai dewasa. Banyak sekali kreativitas yang dapat dikembangkan di negeri lewat aksi nyata kepedulian. Tulisan ini hanya ajakan dan tidak berguna kalau hanya berakhir dalam tulisan. Ini juga teguran buat diri saya pribadi untuk lebih peduli. Yuk kawan sekalian, kita mulai peduli. Keadilan bisa terwujud kalau kita semua punya kepedulian terhadap sesama dan peduli pada negara lewat aksi nyata.

4 thoughts on “[101% Indonesia #61] Keadilan “Sama” dan “Merata”

  1. ah saya gak bisa komen kalo liat fakta ttg negeri ini, om. menyayat hati. bener nyanyian bang haji roma : yg kaya makin kaya, yg miskin makin miskin.
    atau kalo kita artikan, yang miskin pasti makin tidak mendapat keadilan, eh yg kaya mendpat ‘ketidakadilan’ (dalam tanda kutip)

    Liked by 1 person

    1. Iya, makanya kita yang sadar ini harus berlaku adil. Klo masalah kemiskinan kita sudah diajarkan untuk bersedekah sesuai kemampuan. Bukan begitu?

      Liked by 1 person

Leave a comment