Presiden Indonesia, Makin Lama Makin Lucu

Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye

Pasal 299 UU. No 7 Tahun 2017

Undang-Undang No. 7 Tahun 2017, terutama pasal 299 (1) menjadi santer dibahas di media berita dan media sosial saat ini. Beredar juga usulan perbaikan yang diajukan oleh Advokat dalam uji materi hukum di Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye sepanjang tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing. Tentu ini menjadi ramai karena beberapa pihak menggunakan usulan itu sebagai bahan untuk mengkritik ucapan Presiden Jokowi saat ditanya oleh wartawan. Menurut saya memang tidak ada salahnya kalau presiden atau wakil presiden berkampanye, tapi sayangnya ayat hukum pada UU No. 7 tentang penggunaan fasilitas negara dalam kampaye menjadi ambigu dan abu-abu. Apalagi sudah banyak beredar bahwa Menteri dan Pejabat Negara ikut-ikutan berkampanye di forum resmi kementerian (contoh: Zulkifli Hasan, terang-terangan menunjukkan dukungan di acara Kementerian Perdagangan). Mereka boleh berkelit seperti atasannya, tapi ini menyakiti nurani dan perasaan rakyat Indonesia.

Presiden menunjukkan UU No. 7 Tahun 2017 pasal 299

Sekarang kita bahas apakah pantas ketika Presiden berkampanye untuk anaknya? Walaupun belum ada ucapan resmi yang menyatakan dukungan ke pasangan Prabowo-Gibran, tapi bisa kita simpulkan akan mengarah ke sana. Tidak perlu ditunjukkan secara tersirat, tetapi lihat saja gestur dan pergerakan sejak ditetapkannya putusan MK No. 90 tahun 2023 kemarin. Secara hukum dibolehkan tetapi secara Etika, tentu ini mencederai nurani bangsa ini. Generasi Pergerakan 98 tentu masih ingat dengan situasi ketika mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan bobroknya demokrasi di tangan Rezim Soeharto. Apakah kita ingin mengulang masa itu? Presiden yang berkampanye walaupun libur dari jabatan kepresidenan tentu tetap membawa embel-embel dirinya sebagai Presiden Indonesia. Belum lagi maraknya pembagian bansos beberapa hari ini. Bahkan ada yang ditempel dengan stiker dukungan ke paslon Prabowo-Gibran. Bukankah ini menggunakan fasilitas negara untuk mengelabui pandangan rakyat jelata bahwa Bansos itu adalah produk dari Jokowi sebagai Presiden yang notabene ayah dari Gibran. Mereka boleh berkelit tetapi tetap saja sulit untuk bisa percaya bahwa mereka benar-benar melepas fasilitas negara dalam berkampanye. Atau mungkin ini hanya kepanikan dari pendukung paslon 01 dan 03 terkait endorsement Presiden RI ke paslon 02? Ya semua boleh berkomentar dan berpendapat.

Kalau mau berkaca pada ucapan Presiden sejak 2014 sampai 2024, saya agaknya sulit untuk percaya. Telah banyak kebenaran terbalik yang ditampilkan di depan publik. Sampai-sampai, apapun yang diucapkan oleh Presiden Jokowi, saya akan menangkap kebalikannya. Gestur dan ucapannya yang seolah-olah orang bersahaja, tidak dapat menutupi bahwa beliau ini “pemain” (walaupun pemujanya menganggap dia ini seorang mesias yang membawa perubahan gemilang untuk Indonesia). Padahal kita lupa, apa yang terjadi sampai saat ini, semua kebalikan dari janji-janji beliau saat kampanye dulu. Boleh tertawa kawan-kawan, karena ini lucu sekali karena apapun kebohongan yang disampaikan tetap dipuja sebagai ucapan penuh arti. Sang “Umar Bin Khattab” (sebut pengagumnya yang mabuk, baca Timses: Jokowi Merakyat Seperti Umar bin Khattab) ini dianggap telah membuat Indonesia jauh lebih maju sejak era kepemimpinan presiden sebelumnya. Entah bagaimana bisa derajat Umar Bin Khattab diturunkan dan disamakan seperti orang yang blusukan dengan puluhan kamera ke masyarakat, padahal sang khalifah pelanjut dari Abu Bakar As Shiddiq ini blusukan tanpa woro-woro. Lucu, i-ini parah ini.

Jadi etiskah ketika Presiden turun berkampanye untuk anaknya? Silahkan kawan berkomentar. hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wani’mannasir.

Leave a comment